👯 Puisi Hatiku Selembar Daun Karya Sapardi Djoko Damono

Prof Dr. Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka.Ia kerap dipanggil dengan singkatan namanya, SDD. SDD dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum. misalnya karya puisi yang berjudul Hujan Bulan Juni atau juga Aku Analisispuisi sapardi djoko damono "cermin 1" dengan pendekatan semiotika. Parole (Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia), 1(November), 1015-1020. Analisis semiotik dalam puisi "hatiku selembar daun" karya sapardi djoko damono. Parole (Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia), 1(3), 315-320. Pradopo, D. R. (2012 KumpulanPuisi . Blog; Seo Service; Facebook; Google; Youtube; Minggu, 08 Oktober 2017. Home Unlabelled Sapardi Djoko Damono "Hatiku selembar daun" Sapardi Djoko Damono "Hatiku selembar daun" Unknown. Oktober 08, 2017 "Hatiku selembar daun" Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini ANALISISSTRATA NORMA PADA PUISI SAPARDI DJOKO DAMONO BERJUDUL " PADA SUATU HARI NANTI" Yulia Ningsih (1*), Yusep Ahmadi (2) C., & Firmansyah, D. (2018). Analisis Semiotik Dalam Puisi "Hatiku Selembar Daun" Karya Sapardi Djoko Darmono. Parole (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), 1(3), 315-320. Diambil dari https BNQG. Puisi Hatiku Selembar Daun Sapardi Djoko Damono Puisi Hatiku Selembar Daun Sapardi Djoko Damono Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput Kamis, 3 September 2020 0752 Djoko Damono, penyair Indonesia angkatan 1970-an. Puisi Hatiku Selembar Daun Sapardi Djoko Damono - Puisi Hatiku Selembar Daun Sapardi Djoko Damono Hatiku Selembar Daun Hatiku selembar daunmelayang jatuh di rumputNanti dulubiarkan aku sejenak terbaring di siniada yang masih ingin kupandangyang selama ini senantiasa luputSesaat adalah abadisebelum kausapu tamanmu setiap pagi * Hatiku Selembar Daun KRITIK ESAI PUISI Sajak “Hatiku Selembar Daun” Karya Sapardi Djoko Damono Daun, Kehidupan dan Tanda; Hatiku Selembar Daun karya Sapardi Djoko Damono oleh Siti Halimah ... Ada yang masih ingin ku pandang Yang selama ini senantiasa luput ... Betapakah dari kutipan sajak “Hatiku Selembar Daun” di atas menjadi tolak ukur pengarang dari isi sajak tersebut. Betapakah pengarang ingin sejenak menikmati yang senantiasa luput dari penglihatannya kehidupan. Hatiku Selembar daun Sapardi Djoko Damono Hatiku selembar daun Melayang jatuh di atas rumput Nanti dulu Biarkan aku sejenak Terbaring disini Ada yang masih ingin ku pandang Yang selama ini senantiasa luput Sesaat adalah abadi Sebelum kau sapu Tamanmu setiap pagi Sapardi yang akrab dipanggil, menjalani masa kecilnya bersamaan dengan tengah berkecamuknya perang kemerdekaan pada saat itu. Sebagai sosok yang tumbuh dalam situasi sulit seperti itu, pemandangan pesawat yang menjatuhkan bom dan membakar rumah-rumah besar merupakan hal yang biasa bagi Sapardi kecil. Dalam bukunya, Sapardi mengisahkan bahwa awalnya kehidupan keluarga dari pihak ibunya terbilang berkecukupan, namun nasib manusia memang bak roda yang terus saja berputar, kadang di atas kadang di bawah, demikian halnya dengan keluarga Sapardi, saat Sapardi kecil hadir keadaan pun berubah, mereka harus menjalani hidup yang sulit. Masih segar dalam ingatan Sapardi, saking susahnya ia hanya makan bubur setiap pagi dan sore. Untuk menafkahi keluarganya, ibunda Sapardi, Sapariah, berjualan buku. Sementara ayahnya, Sadyoko, memilih hidup mengembara dari satu desa ke desa lain untuk menghindari kejaran tentara Belanda yang kala itu kerap menangkapi kaum laki-laki. Sang ayah memang bukan seorang pejuang, tapi tentara Belanda kala itu berpikir tentara itu kebanyakan laki-laki. “Mungkin karena suasana yang aneh’ itu menyebabkan saya memiliki waktu luang yang banyak dan kesendirian’ yang tidak bisa saya dapatkan di tengah kota,” kata Sapardi. Walaupun memutuskan untuk lebih banyak tinggal di rumah dan menikmati kesendirian’, hobi keluyurannya tak lantas berhenti begitu saja. Namun, keluyuran’-nya bukan dalam arti fisik di dunia nyata melainkan dunia batinnya sendiri berimajinasi dan menrangkai kata. Sambil menikmati masa kesendirian’-nya itu, Sapardi mulai menulis puisi. “Saya belajar menulis pada bulan November 1957,” katanya. Sebulan setelah belajar menulis, karyanya berupa sajak dimuat di majalah kebudayaan yang terbit di Semarang. Tahun berikutnya, sajak-sajaknya mulai bermunculan di berbagai halaman penerbitan yang antara lain diasuh oleh HB. Jassin. Itulah kehidupan Sapardi Djoko Damono yang lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo. ... Hatiku selembar daun Melayang jatuh di atas rumput .... Dalam dua larik ini adalah Pengibaratan antara aku lirik dengan selembar daun dan kemudian melayang-layang dan jatuh diatas rumput. Hal ini menunjukan betapakah hatinya seperti daun yang melayang di atas rumput yang mengibaratkan pearasaannya yang tidak karuan. Atau ada juga yang mengibaratkan Sapardi yang mengibaratkan ada daun yang jatuh dan sembari merenung bahwa kematian itu dekat sekali, lebih dekat seperti daun yang jatuh ke tanah dengan tenang. ... Nanti dulu Biarkan aku sejenak Terbaring disini ... Ungkapan untuk menikmati pembaringanya, hingga pada akhirnya ia ingin menikmati dulu kehidupan sebelum kematian itu datang, dan biarkan sejenak ia muhasabah diri dengan kehidupannya. ... Ada yang masih ingin ku pandang Yang selama ini senantiasa luput ... Mengapa aku lirik ini ingin menikmati dulu pembaringannya? Karena ini, karena ia menemukan suatu hal yang istimewa yang selama ini luput dari pengamantan/persaannya. Yang patut ditanyakan, apa sih yang luput dari ingatannya itu? Dan yang saya tafsirkan adalah kehidupan dan kematian. ... Sesaat adalah abadi ... Karena bagi aku lirik’ kehidupan itu adalah sesaat adalah abadi, meskipun sesaat ini akan menjadi suatu hal yang abadi yang tak akan pernah terlupakan di kerenakan sebelumnya tidak pernah dirasakan ... Sebelum kausapu Tamanmu setiap pagi ... Pernyataan kepada suatu hal yang mampu menyapu taman”dunia lain” setiap pagi. Ya, sebelum taman yang diibaratkan makam itu disapukan setiap pagi. Atar Semi mejelaskan Semi, 442013, bahwa yang menggunakan pendekatan semiotik ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari pendekatan objektif dan pendekatan struktural, yaitu pendekatan yang lebih menitik beratkan pada penelaahan sastra dengan mempelajari berbagai unsur didalamnya tanpa ada yang diangapa tidak penting. Dalam hatiku selembar daun tentunya ada sebuah tanda yang menunjukan bahwa hal ini adalah yang menunjukan kehidupan, yang di antaranya adalah jatuh di rumput, terbaring di sini, senantiasa luput, sesaat adalah abadi, sapu taman setiap pagi. Dari setiap tanda yang ada pada setiap larik tersebut tentunya telah menjadi tanda yang ingin menikmati kehidupan sebelum kehiudpan yang benar-benar fana ini berakhir, tanda tersebut menjadi benang merah antarbait untuk mengungkapakan apa yang hendak disampaikan Sapardi dalam puisinnya itu. Maka dari setiap larik terdapat kesederhanaan penyair dalam menyampaikan risalah kehidupannya yang sejenak ini telah membius pembaca untuk masuk pada setiap larik yang disuguhkan. Dalam esainya Soni Parid Maulana menyepakati sebuah definisi sederhana menegani puisi yaitu uangkapan perasaan, semacam nyanyian jiwa yang menyeruak dari kedalam kalbu sang penyair, apapun nyanyian itu dan tentunya pula hal ini beruursan dengan gaya bahasa. Maka berkaitan dengan ungkapan tersebut maka jelas pulalah betapa Metafor-metafor yang ditampilkan disetiap sajak “Hatiku Selembar Daun” karya Sapardi begitu lugu untuk dibaca. Hingga sapardi berhasil membaca pembaca dalam penafsiran yang berbeda. Begitu banyak penafisran yang saya dapatkan ketika pengkajian puisi ini. Ada yang berpendapat pula selain kehidupan, sapardi juga menggambarkan cinta sapardi yang tak pernah terungkap. Namun inilah kelihaian sapardi dalam mengobarak- abrik kata-kata sederhana ini menjadi metafor yang luar biasa dan menimbulkan pemaknaan yang berbeda pula. Namun hingga pada akhirnya dalam sajak sapardi ini tentu sangat jelas dengan simbol sesaat adalah abadi yang menunjukkan kapabilitas seorang manausia yang hidup didunia ini hanyalah sesaat. Namun jelaslah daripada hal ini bahwa yang terkandung dalam puisi sapardi adalah kehidupan. SUMBER BACAAN Nurlailah, Laelasari. Ensiklopedia Tokoh Sastra Indonesia. Bandung Nuansa Aulia, 2007. Semi, Atar. Kritik Sastra. Bandung CV Angkasa, 2013. Maulana, Soni Farid. Apresiasi dan Proses Kreatif Menulis Puisi. Bandung Nuansa, 2012. Suroso, dkk. Kriktik Sastra teori, metodologi dan aplikasi. Yogyakarta Elmatera Publishing, 2008. Oke Bima - Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono merupakan seorang pujangga Indonesia yang terkemuka. Sapardi Djoko Damono dikenal lewat berbagai karyanya, seperti puisi yang memiliki krakteristik kata-kata sederhana. Salah satu karya Sapardi Djoko Damono yang sangat populer, yaitu puisi yang berjudul Hatiku Selembar Daun. Baca Juga Puisi Memasuki Sunyi Karya Kriapur, Maknanya Dalam? Puisi tersebut ditulis oleh Sapardi Djoko Damono tahun 1984. Cek puisinya di bawah ini. Hatiku Selembar Daun hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi. Analisis dan Makna Makna dari puisi Hatiku Selembar Daun, ternyata nasehat kehidupan.

puisi hatiku selembar daun karya sapardi djoko damono